1.
Pengertian Hadist Maudhu’
Maudu’
berasal dari isim maf’ul dari وضع يضعmenurut
bahasa seperti (meletakan atau minyimpan). Sedangkan menurut istilah
hadits maudu’ adalah hadits yang dibuat-buatatau diciptakan atau didustakan
atas nama nabi.
Dan para ahli hadits mendifinisikan hadits maudu’ adalah:[1]
Dan para ahli hadits mendifinisikan hadits maudu’ adalah:[1]
هُوَ مَا
نُسِبَ إِلَى رَسُوْلِ اللّه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إخْتِلاَقًا وَ
كِذْبًا مِمَّا لَمْ يَقُلْهُ أَوْ يَفْعَلْهُ أَوْ يُقَرَّهُ
“hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW
secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, memperbuat dan
mengerjakan.”
Dari
pengertian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa hadist maudhu’ adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad Saw, baik perbuatan maupun
perkataannya secara rekaan atau dusta semata-mata. Dalam masyarakat Islam,
hadist maudhu’ disebut juga dengan hadist palsu.
Jelasnya
ada orang/rawi yang meriwayatkan berita, katanya dari Nabi Saw padahal nyatanya
Nabi Saw tidak mengatakan/berbuat hal tersebut. Hal ini baik dengan sengaja
maupun dengan tidak sengaja. Umpamanya si Rawi mengadakan sendiri perbuatan itu
atau sebenarnya ucapan ulama salaf atau cerita-cerita atau dongeng-dongengan
saja kemudian disandarkan kepada nabi Saw. Demikian juga kadang-kadang hadist
dhoif sanadnyakemudian dibuat-buatkan sanad yang shahih supaya orang mau
mengamalkannya.[2]
Dari hal di atas, nampak bahwa sebenarnya hadist maudhu’ itu
bukanlah hadist Nabi Saw. Disebut hadist semata-mata hanya akuan dari perawi
itu saja. Sebab hakekatnya hadist maudhu’ itu palsu.
Yang dapat mengetahui bahwa sesuatu hadist itu palsu adalah para
ulama yang luas pengetahuannya tentang hadist dan ilmu-ilmunya sehingga dapat
meninjau hadist dari segala seginya.
2.
Sebab-Sebab Munculnya Hadist Maudhu’
Awal
terjadinya Hadist Maudhu dalam sejarah muncul setelah terjadi
konflik antara dua pendukung Ali dan Mu’awiyah, umat Islam menjadi terpecah
menjadi tiga kelompok, yaitu Syiah, Khawarij, dan Sunni
masing-masing mengklaim bahwa kelompoknya yang paling benar sesuai dengan ijtihad
mereka, masing- masing ingin mempertahankan kelompoknya, dan mencari simpatisan
massa yang paling besar dengan cara dalil Al-Qur’an dan Hadist. Jika tidak ada
dalil yang mendukung kelompoknya, mereka mencoba mentakwilkan dan
memberikan interpretasi (penafsiran) yang terkadang tidak layak. Sehingga
mereka membuat suatu Hadist palsu seperti Hadist-Hadist tentang keutamaan para khalifah,
pimpinan kelompok, dan aliran-aliran dalam agama.[3]
Ada beberapa faktor yang menjadi
penyebab munculnya Hadist Maudhu’, diantaranya sebagai berikut:
1.
Perselisihan
Politik Dalam Khalifah
Pertentangan
diantara umat Islam timbul setelah terjadinya pembunuhan terhadap Khalifah
Utsman bin Affan oleh para pemberontak, dan kekhalifahan digantikan oleh Ali
bin Abi Thalib. Dan kemudian terjadilah perang Shiffin yang mangakibatkan timbulnya
beberapa golongan sperti Syiah, Mu’awiyyah, dan Khawarij.
Orang yang
fanatik terhadap golongannya dan karena diburu nafsu untuk menjatuhkan lawan
politiknya serta guna memperoleh simpati dari umat islam, mereka sampai berani
membuat hadist palsu. Umpamanya Syi’ah, golongan ini merupakan golongan yang
banyak memalsu hadist tentang keutamaan-keutamaan golongan dan
kelebihan-kelebihan ahlul bait. Tentu saja yang membuat hadits itu bukan Ali,
Fatimah, Hasan, dan kerabat lain. Tetapi dibuat oleh orang yang fanatik
terhadap golongan Syiah.[4]
Contoh hadits palsu dari Syi’ah
yaitu:
من أراد أن ينظر إلى ادم
فى علمه وإلى نوح فى تقواه وإلى إبراهيم فى حلمه وإلى موسى فى هيبته وإلى عيسى فى
عبادته فلينظر إلى علي.
Artinya :
Barangsiapa
yang ingin melihat kepada Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat kepada
Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat kepada Ibrahim tentang kebaikan
hatinya, ingin melihat kepada Musa tentang kehebatannya, ingin melihat kepada
‘Isa tentang ibadatnya, maka hendaklah ia melihat kepada Ali.
2.
Adanya
Kesengajaan dari Pihak Lain untuk Merusak Islam
Kemunculan Hadist ini karena
merupakan bentuk kebencian orang-orang zindiq, yahudi, dan nasrani yang tidak
rela bila Islam terus berjaya. Kemudian mereka membuat hadist-hadist palsu yang
merusakan agama dan menghilangkan kemurnian dan ketinggiannya dalam pandangan
ahli fikir dan ahli ilmu kaum muslimin. Seperti:
النَّظَرُ
إِلىَ الوَجْهِ الجَمِيْلِ عِبَادَةٌ
“Melihat (memandang) kepada muka yang indah, adalah
ibadah”.
شِفَاءُكُلِّ
شَىْءٍ الْبَا ذِنْجَا نُ
“Buah terong itu,
penawar bagi segala penyakit”.
3.
Perbedaan
Madzhab dan Teologi
Disamping pemalsuan yang dilakukan
oleh para pengikut aliran politik tertentu, ada juga pemalsuan yang dilakukan
oleh para pengikut Madzhab Fiqh dan Teologi, diantaraya:
من رفع يده
في الصلاة فلا صلاة له
“Barang siapa yang mengangkat tangannya di dalam
shalat, maka tidak sah shalatnya.”
4.
Membangkitkan
Gairah Beribadah untuk Mendekatkan Diri kepada Allah
Mereka
membuat hadist-hadist palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan
diri kepada Allah, melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan, atau
dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal, melalui hadist tarhib wa targhib (
anjuran-anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik dan untuk mengerjakan yang
dipandangnya baik ), dengan cara berlebih-lebihan.[5]
Seperti hadits-hadits yang dibuat
Nuh ibn Abi Maryam tentang keutamaan Al-Qur’an. Ketika ditanya alasannya
melakukan hal seperti itu ia menjawab, “Saya dapati manusia telah berpaling
dari membaca Al-Qur’an maka saya membuat hadits-hadits ini untuk menarik minat
umat kembali kepada Al-Qur’an.[6]
Misalnya
pada hadits:
مَنْ قَرَأَ حم الدُّخَانَ فِيْ لَيْلَةٍ أَصْبَحَ
يَسْتَغْفِرُ لَهُ سَبعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ
“Barangsiapa
membaca di malam hari surat Ad-Dukhan, di pagi harinya, 70.000 malaikat akan
beristighfar (memintakan ampun) untuknya”.
Hadits
diriwayatkan At-Tirmidzi dalam As-Sunan Kitab Fadha’ilul Qur’an (no. 2888),
Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (5/411-412), dan Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil
(5/1720). Dalam sanadnya ada ‘Umar bin Abdillah bin Abi Khas’am. Al-Bukhari
berkata sebagaimana diriwayatkan At-Tirmidzi dalam As-Sunan: “Huwa Munkarul
Hadits (Dia haditsnya munkar).” Al-Albani dalam Dha’if Al-Jami’ As-Shaghir wa
ziyadatuhu mengatakan: “Maudhu’ (Hadits ini palsu).”
5. Mencari Muka Kepada Penguasa
Tujuan
pembuat hadits ini yaitu supaya lebih dekat dengan penguasa, termasuk di
dalamnya masalah Fiqh. Ulama-ulama su’ membuat hadits palsu ini untuk membenarkan
perbuatan-perbuatan para penguasa sehingga dari perbuatannya tersebut, mereka
mendapat upah dengan diberi kedudukan atau harta.
Seperti kisah Ghiyadh Ibn
Ibrahim yang datang kepada Amirul Mu’minin Al-Mahdi mengenai hadits:
لا سبق إلّا
في نصل أو خفّ أو حافراوجناح
“Tidak ada perlombaan kecuali pada panah, ketangkasan,
menunggang kuda, atau burung yang bersayap”.
Ia
menambahkan kata, “atau burung yang bersayap”, untuk menyenangkan Al-Mahdi,
lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham.
3.
Ciri-Ciri Hadist Maudhu’
Tidak mudah orang membedakan hadits yang diada-adakan atau
dipalsukan orang. Hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh orang yang luas
pengetahuannya, tajam otaknya, kuat fahamannya.[7]
Para Ulama’ Hadits telah memberikan ciri-ciri dari hadits maudhu’,
baik ciri itu terdapat dalam sanad maupun di dalam matan.
1.
Ciri-Ciri yang Terdapat pada Sanad
Ciri-ciri
yang terdapat dalam sanad antara lain:[8]
a.
Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada
seorang rawi terpercaya yang meriwayatkan hadits dari dia.
b.
Pengakuan dari pembuat sendiri.
c.
Kenyataan sejarah mereka tidak mungkin bertemu. Misalnya ada
pengakuan dari seorang rawi bahwa ia menerima hadits dari seorang guru, padahal
ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut atau ia lahir sesudah guru
tersebut meninggal.
d.
Keadaan Rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhu’.
Misalnya seperti yang dilakukan oleh Ghiyats bin Ibrahim kala ia berkunjung
ke rumah Al-Mahdi. bw
2.
Ciri-ciri Yang Terdapat pada Matan
Ciri-ciri yang terdapat pada matan antara lain:
a.
Keburukan Susunan lafadznya
Ciri ini akan diketahui setelah kita mendalami ilmu Bayan. Dengan
mendalami ilmu bayan ini, kita akan merasakan susunan kata. Mana yang mungkin keluar dari Nabi SAW, dan mana yang
tidak mungkin keluar dari mulut Nabi SAW.
b.
Kerusakan Maknanya
1.
Karena berlawanan dengan akal sehat
2.
Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum atau menyalahi
kenyataan.
3.
Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran.
4.
Karena menyalahi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan akal terhadap
Allah. Allah suci dari serupa dengan makhluknya.
5.
Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan Alam.
6.
Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama
sekali.
7.
Bertentangan dengan keterangan Al-Qur’an, hadits mutawatir.
8.
Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap
perbuatan-perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap
suatu perbuatn yang kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar