Kamis, 27 Oktober 2016

hadits maudhu' (hadits palsu)



1.        Pengertian Hadist Maudhu’
Maudu’ berasal dari isim maf’ul dari    وضع يضعmenurut bahasa seperti  (meletakan atau minyimpan). Sedangkan menurut istilah hadits maudu’ adalah hadits yang dibuat-buatatau diciptakan atau didustakan atas nama nabi.

 
 Dan para ahli hadits mendifinisikan hadits maudu’ adalah:[1]
هُوَ مَا نُسِبَ إِلَى رَسُوْلِ اللّه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إخْتِلاَقًا وَ كِذْبًا مِمَّا لَمْ يَقُلْهُ  أَوْ يَفْعَلْهُ أَوْ يُقَرَّهُ
hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, memperbuat dan mengerjakan.”
            Dari pengertian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa hadist maudhu’ adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad Saw, baik perbuatan maupun perkataannya secara rekaan atau dusta semata-mata. Dalam masyarakat Islam, hadist maudhu’ disebut juga dengan hadist palsu.
            Jelasnya ada orang/rawi yang meriwayatkan berita, katanya dari Nabi Saw padahal nyatanya Nabi Saw tidak mengatakan/berbuat hal tersebut. Hal ini baik dengan sengaja maupun dengan tidak sengaja. Umpamanya si Rawi mengadakan sendiri perbuatan itu atau sebenarnya ucapan ulama salaf atau cerita-cerita atau dongeng-dongengan saja kemudian disandarkan kepada nabi Saw. Demikian juga kadang-kadang hadist dhoif sanadnyakemudian dibuat-buatkan sanad yang shahih supaya orang mau mengamalkannya.[2]
Dari hal di atas, nampak bahwa sebenarnya hadist maudhu’ itu bukanlah hadist Nabi Saw. Disebut hadist semata-mata hanya akuan dari perawi itu saja. Sebab hakekatnya hadist maudhu’ itu palsu.
Yang dapat mengetahui bahwa sesuatu hadist itu palsu adalah para ulama yang luas pengetahuannya tentang hadist dan ilmu-ilmunya sehingga dapat meninjau hadist dari segala seginya.

2.        Sebab-Sebab Munculnya Hadist Maudhu’
Awal terjadinya Hadist Maudhu dalam sejarah muncul setelah terjadi konflik antara dua pendukung Ali dan Mu’awiyah, umat Islam menjadi terpecah menjadi tiga kelompok, yaitu Syiah, Khawarij, dan Sunni masing-masing mengklaim bahwa kelompoknya yang paling benar sesuai dengan ijtihad mereka, masing- masing ingin mempertahankan kelompoknya, dan mencari simpatisan massa yang paling besar dengan cara dalil Al-Qur’an dan Hadist. Jika tidak ada dalil yang mendukung kelompoknya, mereka mencoba mentakwilkan dan memberikan interpretasi (penafsiran) yang terkadang tidak layak. Sehingga mereka membuat suatu Hadist palsu seperti Hadist-Hadist tentang keutamaan para khalifah, pimpinan kelompok, dan aliran-aliran dalam agama.[3]
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya Hadist Maudhu’, diantaranya sebagai berikut:
1.        Perselisihan Politik Dalam Khalifah
Pertentangan diantara umat Islam timbul setelah terjadinya pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak, dan kekhalifahan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib. Dan kemudian terjadilah perang Shiffin yang mangakibatkan timbulnya beberapa golongan sperti Syiah, Mu’awiyyah, dan Khawarij.
Orang yang fanatik terhadap golongannya dan karena diburu nafsu untuk menjatuhkan lawan politiknya serta guna memperoleh simpati dari umat islam, mereka sampai berani membuat hadist palsu. Umpamanya Syi’ah, golongan ini merupakan golongan yang banyak memalsu hadist tentang keutamaan-keutamaan golongan dan kelebihan-kelebihan ahlul bait. Tentu saja yang membuat hadits itu bukan Ali, Fatimah, Hasan, dan kerabat lain. Tetapi dibuat oleh orang yang fanatik terhadap golongan Syiah.[4]
Contoh hadits palsu dari Syi’ah yaitu:
من أراد أن ينظر إلى ادم فى علمه وإلى نوح فى تقواه وإلى إبراهيم فى حلمه وإلى موسى فى هيبته وإلى عيسى فى عبادته فلينظر إلى علي.

Artinya :
Barangsiapa yang ingin melihat kepada Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat kepada Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat kepada Ibrahim tentang kebaikan hatinya, ingin melihat kepada Musa tentang kehebatannya, ingin melihat kepada ‘Isa tentang ibadatnya, maka hendaklah ia melihat kepada Ali.

2.        Adanya Kesengajaan dari Pihak Lain untuk Merusak Islam
Kemunculan Hadist ini karena merupakan bentuk kebencian orang-orang zindiq, yahudi, dan nasrani yang tidak rela bila Islam terus berjaya. Kemudian mereka membuat hadist-hadist palsu yang merusakan agama dan menghilangkan kemurnian dan ketinggiannya dalam pandangan ahli fikir dan ahli ilmu kaum muslimin. Seperti:
 النَّظَرُ إِلىَ الوَجْهِ الجَمِيْلِ عِبَادَةٌ
“Melihat (memandang) kepada muka yang indah, adalah ibadah”.
شِفَاءُكُلِّ شَىْءٍ الْبَا ذِنْجَا نُ
      “Buah terong itu, penawar bagi segala penyakit”.

3.        Perbedaan Madzhab dan Teologi
Disamping pemalsuan yang dilakukan oleh para pengikut aliran politik tertentu, ada juga pemalsuan yang dilakukan oleh para pengikut Madzhab Fiqh dan Teologi, diantaraya:
من رفع يده في الصلاة فلا صلاة له
“Barang siapa yang mengangkat tangannya di dalam shalat, maka tidak sah shalatnya.”
4.        Membangkitkan Gairah Beribadah untuk Mendekatkan Diri kepada Allah
Mereka membuat hadist-hadist palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan, atau dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal, melalui hadist tarhib wa targhib ( anjuran-anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik dan untuk mengerjakan yang dipandangnya baik ), dengan cara berlebih-lebihan.[5]
            Seperti hadits-hadits yang dibuat Nuh ibn Abi Maryam tentang keutamaan Al-Qur’an. Ketika ditanya alasannya melakukan hal seperti itu ia menjawab, “Saya dapati manusia telah berpaling dari membaca Al-Qur’an maka saya membuat hadits-hadits ini untuk menarik minat umat kembali kepada Al-Qur’an.[6]
            Misalnya pada hadits:
مَنْ قَرَأَ حم الدُّخَانَ فِيْ لَيْلَةٍ أَصْبَحَ يَسْتَغْفِرُ لَهُ سَبعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ
“Barangsiapa membaca di malam hari surat Ad-Dukhan, di pagi harinya, 70.000 malaikat akan beristighfar (memintakan ampun) untuknya”.
Hadits diriwayatkan At-Tirmidzi dalam As-Sunan Kitab Fadha’ilul Qur’an (no. 2888), Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (5/411-412), dan Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil (5/1720). Dalam sanadnya ada ‘Umar bin Abdillah bin Abi Khas’am. Al-Bukhari berkata sebagaimana diriwayatkan At-Tirmidzi dalam As-Sunan: “Huwa Munkarul Hadits (Dia haditsnya munkar).” Al-Albani dalam Dha’if Al-Jami’ As-Shaghir wa ziyadatuhu mengatakan: “Maudhu’ (Hadits ini palsu).”
5.      Mencari Muka Kepada Penguasa
Tujuan pembuat hadits ini yaitu supaya lebih dekat dengan penguasa, termasuk di dalamnya masalah Fiqh. Ulama-ulama su’  membuat hadits palsu ini untuk membenarkan perbuatan-perbuatan para penguasa sehingga dari perbuatannya tersebut, mereka mendapat upah dengan diberi kedudukan atau harta.
Seperti kisah Ghiyadh Ibn Ibrahim yang datang kepada Amirul Mu’minin Al-Mahdi mengenai hadits:
لا سبق إلّا في نصل أو خفّ أو حافراوجناح
“Tidak ada perlombaan kecuali pada panah, ketangkasan, menunggang kuda, atau burung yang bersayap”.
            Ia menambahkan kata, “atau burung yang bersayap”, untuk menyenangkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham.
3.             Ciri-Ciri Hadist Maudhu’
Tidak mudah orang membedakan hadits yang diada-adakan atau dipalsukan orang. Hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh orang yang luas pengetahuannya, tajam otaknya, kuat fahamannya.[7]
Para Ulama’ Hadits telah memberikan ciri-ciri dari hadits maudhu’, baik ciri itu terdapat dalam sanad maupun di dalam matan.
1.        Ciri-Ciri yang Terdapat pada Sanad
Ciri-ciri yang terdapat dalam sanad antara lain:[8]
a.       Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi terpercaya yang meriwayatkan hadits dari dia.
b.      Pengakuan dari pembuat sendiri.
c.       Kenyataan sejarah mereka tidak mungkin bertemu. Misalnya ada pengakuan dari seorang rawi bahwa ia menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut atau ia lahir sesudah guru tersebut meninggal.
d.      Keadaan Rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhu’. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Ghiyats bin Ibrahim kala ia berkunjung ke rumah Al-Mahdi. bw

2.      Ciri-ciri Yang Terdapat pada Matan
Ciri-ciri yang terdapat pada matan antara lain:
a.       Keburukan Susunan lafadznya
Ciri ini akan diketahui setelah kita mendalami ilmu Bayan. Dengan mendalami ilmu bayan ini, kita akan merasakan susunan kata. Mana yang  mungkin keluar dari Nabi SAW, dan mana yang tidak mungkin keluar dari mulut Nabi SAW.
b.      Kerusakan Maknanya
1.      Karena berlawanan dengan akal sehat
2.      Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum atau menyalahi kenyataan.
3.      Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran.
4.      Karena menyalahi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan akal terhadap Allah. Allah suci dari serupa dengan makhluknya.
5.      Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan Alam.
6.      Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama sekali.
7.      Bertentangan dengan keterangan Al-Qur’an, hadits mutawatir.
8.      Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap suatu perbuatn yang kecil.



[1] Solahuduin, Agus dan Suyadi, Agus, Ulumul Hadist, ( Bandung: Pustaka Setia,  2011), 171.
[2] Anwar, Moh, Ilmu Mushthalah Hadist, ( Surabaya: Usana Offset Printing, 1981 ), 171.
[4] Anwar, Moh, Ilmu Mushthalah Hadist, 205.
[5] Ranuwijaya, Utang, Ilmu Hadits ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996 ), 193.
[6] Solahuduin, Agus dan Suyadi, Agus, Ulumul Hadist, 181.
[7] Hassan, Qadir, Ilmu Mushthalah Hadist, ( Bandung: Diponegoro,1982), 121.
[8] Solahuduin, Agus dan Suyadi, Agus, Ulumul Hadist, 182.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FAKTA ANGGOTA QNET

Bisnis Qnet, yg "KATANYA" bisnis International dunia. tapi kenapa membernya tidak bisa berfikir jernih????